Hari ini aku akan sedikit bercerita tentang pengalaman yang
baru saja terjadi beberapa minggu yang lalu. Aku bercerita tentang kejadian di
kereta, tepatnya di gerbong wanita. Aku sering mendengar bahwa gerbong wanita
merupakan gerbong yang paling sadis di antara semua gerbong yang ada, ini
khususnya terjadi pada jam pergi dan pulang kerja. Mengherankan bukan? Kenapa
bukan gerbong campuran? Yang kebanyakan diisi oleh kaum adam?
Jam pulang kerja pun datang, aku beranjak dari meja kerjaku
dan menyegerakan diri untuk pulang. Aku melangkah dengan gontai menuju stasiun
Gondangdia. Keadaan stasiun yang padat dan ramai sudah menjadi hal yang lumrah
terjadi di sore hari, tepatnya pada kisaran waktu jam 3 sampai jam 6 sore.
Sesampai di stasiun, dengan tidak menunggu lama, kereta
jurusan Bogor datang. Dengan sedikit perjuangan menghadapi dorongan yang sangat
kuat dari ibu-ibu, akupun berhasil memasuki kereta tersebut. Aku heran,
darimana mereka mendapatkan kekuatan
yang super itu? Dorongan yang tidak bisa dilawan sama sekali, hanya bisa pasrah
mengikuti arus. Keretapun melaju, seperti biasa, aku mengisi waktu dengan
membaca postingan-postingan di media sosial di hp. Tak berbeda denganku,
umumnya semua orang akan sibuk dengan gadget mereka.
Sejenak, aku perhatikan disekelilingku, kereta yang sesak,
aktivitas masing-masing orang, dan lain sebagainya. Ada hal yang selalu menjadi
pusat perhatianku adalah populasi orang yang mendapatkan tempat duduk di
kereta. Ada sebagian yang tidur, ada yang sibuk dengan gadget, dan ada yang hanya bermenung, diantaranya,
seolah enggan untuk memperhatikan apapun sekitarnya.
Tiba-tiba perhatianku tertuju pada sesosok ibu yang hamil
dan menggandeng anaknya yang kecil, tengah berdiri disamping tempat duduk
panjang itu. Pakaiannya lusuh dan terdapat sobekan-sobekan kecil di bajunya.
Raut mukanya terlihat lelah dan murung. Aku sangat yakin dia sangat ingin
duduk, tapi sepertinya ia enggan meminta tempat duduk kepada para wanita muda
yang beruntung mendapatkan tempat duduk. Tatapan matanya nanar melihat kearah
kursi itu. Aku merasa iba melihat ibu tersebut, tapi aku tidak berani untuk
menegur wanita muda itu agar memberikan tempat pada ibu itu.
Sudah lebih dari 5 stasiun yang dilewati, tapi tetap saja
tidak ada yang bergeming, tidak ada yang tergerak hatinya, mereka tetap asik
dengan aktivitasnya masing-masing. Aku penasaran, sebenarnya apakah mereka
tidak tahu dengan situasi ini? atau mereka menutup mata hati mereka? Sehingga
tidak seorangpun yang mau merelakan tempatnya untuk seorang ibu yang lemah
seperti itu?
Kereta pun berhenti di stasiun pocin, seorang wanita pun
berdiri dari tempat duduknya untuk bersiap-siap keluar dari kereta. Siibu pun
segera duduk, ia menangis terisak. Aku mendengar sedikit rintihannya,, sambil
menangis ia berkata,”kenapa tidak ada yang memberiku tempat, apa karna aku ini
tidak sederajat dengan mereka?”
Aku kasihan padanya, tapi aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan. Ini menjadi cacatan bagiku, pesan moral yang mengajarkan tenggang
rasa pada orang lain tanpa melihat status sosialnya. Semoga aku tidak tergolong
orang yang mata hatinya tertutup, apatis dan tidak peka lingkungan. Aamiin.
0 komentar:
Post a Comment